Panel Discussion: Using Big Data for Health: Are developing countries prepared?

pandesc

Prof Supasit Pannarunothai, PhD merupakan perwakilan dari University of Prince Songkla, menyampaikan bahwa Thailand telah berhasil melakukan pengelolaan dan penguatan pada data Asuransi DRG untuk pasien rawat inap dan data recall pasien. Thailand mempunyai berbagai syarat untuk melakukan penginputan data kesehatan. Thailand juga melakukan ekspansi data untuk mendapatkan berbagai pandangan dari berbagai sektor. Contohnya, dengan melakukan penelitian untuk mengekloprasi data terkait penyakit diabetes. Big Data untuk penyakit tersebut sudah tersedia, dan memerlukan analis data yang tepat oleh petugas khusus di Thailand. Thailand melakukan eksplorasi terhadap data dari skema Big Data, contohnya skema asuransi kesehatan.

Penelitian dikembangan pada anak-anak dengan disabilitas, karena diyakini bahwa anak-anak memerlukan kebutuhan khusus. Dalam hal ini, Thailand bukan hanya melakukan penelitian namun juga telah berhasil melakukan advokasi terhadap pemerintah dalam penguatan fungsi layanan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk menggali hubungan perkembangan anak dengan disabilitas dan kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan disabilitas berhubungan dengan kemiskinan keluarga.

Prof dr Laksono Trisnantoro merupakan perwakilan dari Universitas Gadjah Mada, menyampaikan pertanyaan tentang bagaimana menentukan apa itu “Big Data”. Terdapat tiga jenis Big Data yakni; pengunaan data untuk komersial yaitu penggunaan data untuk tujuan mencari keuntungan yang biasanya berkaitan dengan perusahaan, contohnya data penggunan ojek online. Kedua, data yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan dan kementerian lainnya yang dapat diakses, contohnya survey demografi keluarga yang dilaksanakan secara rutin. Ketiga, data klaim dari BPJS Kesehatan memiliki lebih dari 1 juta data transaksi, namun data tersebut tidak mudah diakses.
BPJS kesehatan belum memiliki hubungan yang erat dengan Kementerian Kesehatan dalam hal penggunaan Big Data tersebut.

Sebenarnya, data klaim tersebut dapat digunakan untuk melihat trend kasus dan juga keadilan sosial dalam paket manfaat yang diterima setiap orang di Indonesia. Misalnya, Yogyakarta memiliki lebih dari 13 rumah sakit dengan fasilitas Hemodialisa (cuci darah), namun ketika jika melihat daerah Maluku hanya memiliki satu rumah sakit dengan layanan Hemodialisa. Klaim Big Data tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan program promosi kesehatan yang tepat, contoh untuk isu degeneratif di setiap daerah memerlukan intervensi yang berbeda.

Prof dr Sharifa Ezat merupakan perwakilan dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), menyampaikan bahwa pertanyaan yang sedang dihadapi oleh Malaysia adalah kepemilikan data kesehatan. Ketika peneliti dari universitas melakukan penelitian di fasilitas kesehatan, kadang-kadang mereka mengklaim data tersebut merupakan milik universitas. Fasilitas kesehatan juga melakukan klaim ataupun ingin diklaim berkontribusi terhadap data penelitian. Fasilitas kesehatan menginginkan ‘kredit’ ketika terdapat publikasi atau hasil penelitian lainnya.

Di sisi lain, UKM yang membuat penelitian akan menemui beberapa kendala, yaitu mahalnya biaya operasional kesehatan misalnya untuk membayar enumerator. Kendala lain yang ditemui adalah data dari private clinic/ klinik swasta tidak dapat diakses oleh publik. Setiap fasilitas kesehatan melakukan penilaian terhadap proposal penelitian yang akan dilakukan, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Pasien juga merasa menjadi aktor yang berhak untuk mengklaim kepemilikan data, namun mereka menyadari atau tidak ketika mereka mengakses layanan kesehatan, mereka menyetujui informed consent terlebih dahulu. UKM menyesuaikan Big Data Diagnostic Related Group (DRG) dengan beberapa data sheet sehingga data yang akan diperoleh lebih kompleks dari sisi output maupun outcome.

Reporter: Relmbuss Biljers Fanda (PKMK UGM)

Reportase Terkait: