DJSN : Pemerintah Harus Dorong RS Swasta Bergabung dalam Program JKN

Pemerintah perlu mendorong lebih banyak lagi rumah sakit swasta untuk bergabung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. Mengingat, keluhan terbesar saat ini terkait dengan akses dan kualitas layanan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).

"Jika hanya mengandalkan uang pemerintah, kebutuhan masyarakat akan rumah sakit baru di berbagai daerah akan sulit dipenuhi," kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Sigit Prio Utomo disela Pertemuan Nasional Manajemen Rumah Sakit di Jakarta, Kamis (18/5).

Pertemuan nasional ini dihadiri sejumlah manajemen rumah sakit pemerintah dan swasta, asosiasi fasilitas kesehatan rujukan seperti Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Swasta Indonesia), asosiasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Pertimbangan Medis, Dewan Pertimbangan Klinik, serta Tim Kendali Mutu dan Biaya.

Karena itu, Sigit menambahkan, pemerintah harus mengajak rumah sakit swasta untuk bisa bergabung dalam program JKN. Sehingga pemerintah tak perlu direpotkan lagi dengan pembangunan rumah sakit baru.

"Apa yang jadi keberatan rumah sakit swasta untuk tergabung dalam JKN, itulah yang harus dicarikan solusinya. Padahal, program JKN semesta (universal coverage) pada 2019 sudah di depan mata," ujar Sigit menegaskan.

Sebelumnya Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Maya Armiarny Rusady menyebutkan salah satu urgensi selama 4 tahun pelaksananan program JKN adalah pembenahan kualitas pelayanan di rumah sakit atau FKRTL.

"Kualitas pelayanan rumah sakit yang dikeluhkan, antara lain pembebanan iur biaya di luar ketentuan, ketiadaan sistem antrian pelayanan yang pasti dan transparan, kuota kamar rawat inap, serta ketersediaan obat," ucap Maya.

Karena itu, lanjut Maya, melalui pertemuan tahunan manajemen rumah sakit ini diharapkan rumah sakit mitra kerja BPJS Kesehatan dapat mengambil inisiatif untuk proses perubahan menuju standar pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Keberhasilan program JKN tak lepas dari dukungan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan selaku mitra BPJS Kesehatan. Karena itu, perlu terus ditingkatkan peran dan fungsinya dalam memberikan pelayanan, tentunya dengan kendali mutu agar program dapat berkelanjutan," kata Maya.

Tercatat, hingga akhir tahun 2016 total pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh peserta BPJS Kesehatan mencapai 192,9 juta kunjungan/kasus. Dari jumlah itu, sebanyak134,9 juta kunjungan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan, dan Klinik Pratama/Swasta).

"Sisanya sebesar 50,4 juta kunjungan masuk dalam kategori Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (Poliklinik/RS) dan 7,6 juta kasus Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RS)," tuturnya.

Ditambahkan, 1 Mei 2017, jumlah peserta JKN per 1 Mei 2017 mencapai 176.738.998 jiwa. BPJS Kesehatan bekerja ama dengan 20.775 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (puskesmas, klinik Pratama, dokter prakter perorangan, dan lain-lain).

"Selain itu masih ada 5.257 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri dari 2.128 rumah sakit, serta 3.192 faskes penunjang seperti apotik dan optik, yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Maya menandaskan.

Sementara itu Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo mengemukakan, selain pengobatan (kuratif) pemerintah terus menggalakkan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif. Selain masyarakat menjadi produktif karena bertubuh sehat, kegiatan itu dapat menekan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan pemerintah.

"Jika masyarakat Indonesia lebih sehat maka biaya kuratif akan lebih kecil," kata Bambang Wibowo menandaskan. (TW)

Add comment

Security code
Refresh