Literasi untuk Mencegah Kanker Sejak Dini

Puskesmas seharusnya menjadi fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ketika membutuhkan pertolongan pertama terhadap penyakit apa saja. Saya melakukan observasi tersebut berdasarkan hasil penelitian Siti Karlina mengenai media informasi bagi perempuan pengidap kanker payudara di Jawa Barat.

“Saat ini penyuluhan yang terdapat di puskesmas hanya terbatas pada penyakit menular saja, tidak terdapat penyuluhan mengenai penyakit yang rawan seperti kanker payudara” ujar Siti Karlina atau kerap disapa Lili, beberapa waktu lalu.

Padahal kanker dapat menyerang siapa saja dan terjadi di berbagai organ, salah satunya adalah kanker payudara. Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan angka pengidap kanker payudara yang tinggi. Menurut Yayasan Kesehatan Payudara pada Oktober 2013, 26 dari 100.000 perempuan di Jawa Barat terkena kanker payudara. “Penyebab tingginya pengidap kanker payudara di Jawa Barat karena masyarakat awam terhadap gejala penyakit tersebut,” ujar Lili.

Dengan slogan “sadari” yaitu periksa payudara sendiri, diharapkan pencegahan terhadap kanker payudara dimulai sejak dini. Ciri-ciri terinfeksi kanker payudara adalah muncul kerutan pada payudara, adanya benjolan keras pada payudara atau di bawah ketiak, keluar cairan bening dan darah dari puting payudara, warna kulit payudara semakin gelap, dan rasa sakit di sekitar payudara yang tak kunjung hilang.

Jika menemukan hal tersebut, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Sejatinya kanker dapat disembuhkan bila diobati sejak dini. Tidak perlu melakukan pengomatan alternatif seperti dengan obat-obatan tradisional atau pergi ke dukun.

“Jangan takut untuk melakukan pengobatan secara medis jika sudah terkena kanker. Tapi jangan juga melakukan pengobatan di luar medis,” ujar Amalia Djuwita mantan pengidap kanker payudara.

Data dari kesehatan dunia meunjukkan bahwa 43 persen kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat. Menurut Dr. Drajat R. Suardi dokter spesialis bedah onkologi, pola hidup sehat di antaranya cek kesehatan secara teratur, jauhkan asap rokok, rajin berolahraga, diet seimbang dan sehat, istirahat yang cukup, dan kendalikan stres.

Kanker payudara sebenarnya dapat menyerang siapa saja termasuk para pria. Namun, yang memiliki resiko tertinggi terkena kanker payudara adalah perempuan yang berusia antara 35 sampai 50 tahun. Bagi perempuan yang terdiagnosis kanker payudara, mereka akan mencari beragam informasi untuk mencegah kanker tersebut.

Pengidap kanker yang tidak mengobati sejak dini akan pergi mencari penyelesaian sendiri seperti ke pengobatan tradisional. Saat pengobatan tradisional tidak bisa menyembuhkannya, mereka kembali ke rumah sakit dengan kondisi yang semakin parah.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas perempuan yang terdiagnosis kanker payudara berusia 51 – 60 tahun sebesar 53,13 persen. Usia 41–50 tahun sebesar 18,75 persen dan usia 31-40 tahun sebesar 15,63 persem. Data tersebut diambil dari 32 responden yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Sehingga penelitian tersebut menyatakan bahwa pengindap kanker payudara di provinsi Jawa Barat semuanya berjenis kelamin perempuan.

Siti Karlina dan tim melakukan penelitian ini ke beberapa rumah sakit di Jawa Barat yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin, Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, RSUD R. Syamsudin Kota Sukabumi, dan Rumah Sakit Umum Kota Banjar. Dari semua lokasi penelitian, Bogor memiliki banyak sosialiasi mengenai kanker payudara. “Semakin jauh puskesmas atau fasilitas kesehatan ke ibu kota, semakin minim sosialisasi terhadap kanker payudara,” ujar Lili saat ditemui di kampus Fikom Unpad.

Komunikasi dianggap mempunyai peranan penting dalam hal sosialisai kanker. Tingkat pendidikan masyarakat yang belum baik menjadi faktor timbulnya kesalahan dalam menilai suatu penyakit.

Kekurangan informasi juga dapat membuat pasien terlambat memeriksakan dirinya ke dokter. Komunikasi kesehatan merupakan cabang khusus dalam komunikasi yang mempelajari hal tersebut. Salah satu yang menjadi pembahasan komunikasi kesehatan adalah penyembuhan dengan cara tradisional menjadi pilihan bagi masyarakat karena praktek media tidak menunjukkan efek yang berarti.

Berbagai jenis media banyak menyediakan informasi mengenai kanker payudara. Faktor keterbatasan ekonomi, pendidikan, usia, gagap teknologi, dan belum tumbuhnya kesadaran pentingnya penggunaan media dalam mencari informasi menjadi penghalang yang besar dalam penyebaran informasi mengenai kanker tersebut. Perlunya literasi media karena hasil penelitian menunjukkan bahwa minimnya penggunaan media dalam pencarian informasi mengenai penyakit yang diderita.

Untuk menyebarkan informasi tersebut, Siti Karlina dan tim membuat video animasi mengenai kanker payudara. Video tersebut diharapkan dapat menarik atensi masyarakat terhadap kanker payudara. Video animasi dianggap dapat menyampaikan materi yang komprensif namun dalam bahasa yang sederhana dan memotivasi untuk berusaha sembuh. “Video tersebut rencananya akan kita sebarkan ke Kementerian Kesehatan dan seluruh puskesmas di Jawa Barat untuk mencegah terjadinya kanker payudara,” kata Lili menutup. (ded/ded)

http://student.cnnindonesia.com