Ini Penyebab Tiap Tahun Jumlah Penderita Kanker Kian Meningkat di Indonesia

SEMARANG - Ketua Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia Pusat (YKIP) dr Sonar Soni Panigoro menyampaikan, jumlah penderita kanker seakan-akan terus meningkat ada beberapa faktor.

Padahal edukasi, sosialisasi terus menerus digalakkan pemerintah. Bahkan teknologi pun kian berkembang.

Satu di antara yang menjadi kunci adalah dikarenakan hingga saat ini belum diketahui sebab pastinya.

“Penyakit kanker memang masih misterius. Berbeda misal dengan penyakit malaria. Itu cukup mudah untuk mencari penyebabnya. Tetapi dalam penyakit yang mudah atau dapat diketahui penyebabnya saja masih susah diberantas,” ujar dr Soni kepada Tribunjateng.com, Minggu (6/5/2018).

Menurutnya, apabila diprosentasekan, sekitar 55 persen belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya atau hingga kini masih menjadi tandatanya besar sekaligus pekerjaan rumah bagi pemerintah, termasuk juga di institusi kesehatan Indonesia.

“Lalu antara 30 hingga 40 persen atau di peringkat kedua, kanker muncul karena dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat saat ini. Lalu sisanya sekitar 5 persen adalah diturunkan dari keluarga atau lingkungan sekitarnya,” ucapnya.

Jika mengacu pada data World Healt Organization (WHO), Anggota Bidang Pelayanan Sosial YKIP dr Siti Annisa Nuhonni, jumlah penderita kanker tiap tahun terus bertambah sekitar 7 juta orang dan dua pertiga di antaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang.

“Di Indonesia, kanker menjadi masalah kesehatan yang perlu bahkan mungkin harus diwaspadai. Sebab, di tiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 100 kasus baru per 100 ribu penduduk,” bebernya.

dr Honni –sapaan akrab dr Siti Annisa Nuhonni—menandaskan, dari angka tersebut setidaknya dapat disimpulkan apabila dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 240 ribu penderita kanker baru di tiap tahunnya.

“Lalu berdasarkan data pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Jawa Tengah, presentase kanker di Jawa Tengah mencapai 2,1 permil. Estimasi jumlah penderitanya sekitar 68.638 pasien,” tukas Honni.

Dan kondisi nyata di lapangan yang ditemukan, lanjut Honni, hampir sebagian penyakit kanker ditemukan sudah memasuki stadium lanjut.

Sehingga berpengaruh besar pada angka kesembuhan maupun harapan hidup pasien kanker.

“Meskipun dari sisi tatalaksana kanker sudah berkembang pesat, tetapi yang jadi kendala besar adalah pada kondisi-kondisi yang kami temukan (jumpai) itu. Dan ketika pasien berada di kondisi itu, tidak dimungkiri mengalami penderitaan,” jelasnya.

Dimana mereka, tambah dr Soni, mereka memerlukan pendekatan terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu agar pasien memiliki kualitas hidup lebih baik.

Dari data YKIP, dari sekitar 68.638 pasien penderita kanker itu, 25 persennya ternyata membutuhkan konsep perawatan paliatif.

“Dari hal itu, yang secara langsung maupun tidak langsung kami coba mengembangkan program perawatan paliatif melalui YKI cabang yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia,” ungkapnya.

Secara umum pula, tukasnya, melalui perawatan paliatif itu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Dan melalui para tenaga kesehatan ataupun perawat di berbagai institusi kesehatan itu, mereka diharapkan bisa menyebarluaskan ilmunya untuk lingkungan.

“Dalam hal ini adalah keluarga. Sebab, keluarga pasienlah yang disadari atau tidak, berhadapan langsung dengan penyakit itu. Baik itu secara fisik, psikososial, ataupun spiritual,” bebernya.

Sekadar informasi tambahan itu, dari berbagai pernyataan itu pula yang menjadi alasan YKIP bersama YKI Cabang Kota Semarang serta PT Garuda Indonesia melaksanakan program Pelatihan Perawatan Paliatif Pasien Kanker di Rumah Bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Pelaku Rawat.

Kegiatan yang dipusatkan di Gedung Kasuari Lantai 1 RSUP dr Kariadi Semarang itu dilaksanakan selama tiga hari, yakni mulai Minggu (6/5/2018) hingga Selasa (8/5/2018) mendatang. Total ada sekitar 49 peserta dari sekitar 8 institusi kesehatan. (*)

 

sumber http://jateng.tribunnews.com/2018/05/06/ini-penyebab-tiap-tahun-jumlah-penderita-kanker-kian-meningkat-di-indonesia?page=3.
Penulis: deni setiawan
Editor: galih permadi